Efek Multiplier Wakaf
Pengelolaan wakaf secara tekun, amanah, profesional dan penuh komitmen akan melepaskan ketergantungan Indonesia dari utang luar negeri yang telah menggunung hingga kini.
Praktik wakaf yang produktif sudah dimulai sejak zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Sahabat mewakafkan tanah pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya, guna dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat. Beberapa sahabat terdekat Nabi SAW bahkan berniat mewakafkan seluruh tanah pekebunan dan harta miliknya. Di Mesir misalnya, Universitas Al Azhar menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan dana wakaf. Bahkan kemudian pemerintah Mesir meminjam dana wakaf Al Azhar untuk operasionalnya. Di Indonesia, praktek wakaf produktif atau wakaf tunai masih tergolong baru. Pondok Pesantren Gontor di Jawa Timur merupakan salah satu contoh lembaga yang dibiayai dari wakaf. Dan yang tidak kalah monumental adalah Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Republika. Lembaga otonom Dompet Dhuafa Republika ini memberikan fasilitas permanen untuk kaum dhuafa di gedung berlantai empat, lengkap dengan operasional medis 24 jam dan mobile-service. LKC adalah obyek wakaf tunai yang efektif, memberi cercah harapan semangat hidup sehat kaum dhuafa. Dengan adanya lembaga layanan kesehatan ini, golongan masyarakat yang dhuafa bisa memperoleh haknya tanpa perlu dibebankan oleh biaya-biaya seperti halnya rumah-rumah sakit konvensional. Ahli soal zakat KH. Didin Hafidhuddin menjelaskan, wakaf produktif merupakan pemberian dalam bentuk sesuatu yang bisa diusahakan atau digulirkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Bentuknya bisa berupa uang atau surat-surat berharga. Sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 26 April 2002 bahwa wakaf tunai adalah Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) yaitu wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Contoh-contoh aplikasi wakaf tunai di atas hanyalah segelintir manfaat yang bisa ditarik dari wakaf. Wakaf tunai sendiri memiliki peran besar dalam perekonomian negara. Sebagai instrumen yang masih dianggap baru dalam konstelasi ekonomi Indonesia, wakaf tunai telah mengundang tanggapan positif yang cukup besar dari beberapa pengamat ekonomi. Wakaf tunai dinilai menjadi jalan alternatif untuk melepas ketergantungan bangsa ini dari lembaga-lembaga kreditor multilateral sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Didin Hafidhuddin mengatakan bahwa optimalisasi wakaf bisa lebih luas dibanding zakat karena tak ada kualifikasi mustahiq (8 ashnaf penerima zakat). Dana wakaf bisa digunakan untuk segala kegiatan yang baik termasuk menunjang sektor usaha bagi orang miskin. Dalam pandangan Menteri Agama Said Agil Husin Almunawar perwakafan memang sudah seharusnya dicantumkan dalam hukum positif di Indonesia. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, sambung mantan direktur Pascasarjana IAIN Jakarta ini, wakaf tunai merupakan salah satu alternatif yang sangat baik di samping zakat. Potensi wakaf tunai di Indonesia diperkirakan cukup besar. Musthafa Edwin Nasution mengatakan bahwa potensi wakaf tunai yang bisa dihimpun dari 10 juta penduduk muslim adalah sekitar Rp 3 triliun per tahun. Hal yang senada disampaikan pula oleh Dian Masyita Telaga. Potensi wakaf tunai yang bisa dihimpun di Indonesia mencapai Rp 7,2 triliun dalam setahun dengan asumsi jumlah penduduk muslim 20 juta dan menyisihkan Rp 1.000 per hari atau Rp 30.000 tiap bulannya. Sedemikian besarnya potensi yang dikandung, maka pengelolaan secara tekun, amanah, profesional dan penuh komitmen tentu akan mampu melepaskan ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri yang telah menggunung hingga kini. Dengan pengelolaan wakaf tunai, Indonesia tidak perlu lagi berutang kepada lembaga-lembaga kreditor multilateral sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunannya, karena dana wakaf tunai sendiri telah mampu melengkapi penerimaan negara di samping pajak, zakat dan pendapatan lainnya. Melalui berbagai pemikiran dan kajian, peran wakaf tunai tidak dalam pelepasan ketergantungan ekonomi dari lembaga-lembaga kreditor multilateral semata, instrumen ini juga mampu menjadi komponen pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, eksistensi instrumen syariah ini akan sangat acceptable sehingga wakaf tunai diperkirakan akan memberikan kontribusi besar bagi percepatan pembangunan di Indonesia. Dari perspektif teori ekonomi makro, instrumen wakaf bisa dimasukkan ke dalam instrumen fiskal yaitu sebagai sumber penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Atau bisa pula dimasukkan ke dalam kategori investasi jika pengeluaran untuk wakaf tidak dikelola oleh pemerintah tetapi oleh badan-badan usaha milik swasta. Jadi, pendapatan nasional dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, pengeluaran untuk investasi oleh badan-badan usaha, pengeluaran pemerintah dan net export (ekspor bersih). Investasi adalah fungsi dari tingkat bunga dan pengeluaran untuk wakaf tunai. Sedangkan pengeluaran pemerintah merupakan fungsi dari wakaf tunai serta penerimaan pajak. Sehingga, perubahan pada investasi atau pengeluaran pemerintah akan mengubah pula posisi pendapatan nasional. Pertambahan investasi atau peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS ke kanan. Akibatnya adalah peningkatan pendapatan nasional dengan asumsi ceteris paribus. Peningkatan pendapatan nasional merupakan satu langkah maju menuju pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya. Bukan tidak mungkin apa yang menjadi tesis Profesor Dudley Seers bahwa pembangunan adalah pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan penanggulangan kesenjangan pendapatan akan terwujud di Indonesia. Bukankah maqashid (tujuan) penerapan syariah adalah terjaminnya keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia? Wallahu a’lam bis-Shawab.
0 komentar:
Posting Komentar