Rabu, 10 Agustus 2011

ZAKAT HARUS LEBIH BERDAYA


FIQH ZAKAT KONTEMPORER
Oleh Abdul Haris
(disampaikan pada acara Zawa oleh Kanwil kemenag jatim di Hotel Lumajang, 7-9 Juni 2011)
1.                  Kemiskinan merupakan problem serius yang dihadapi umat Islam dan juga bangsa ini
ž      كاد الفقر ان يكون كفرا
        Fakir dari sisi harta
        Fakir dari sisi ilmu
ž      Keluarga miskin berpotensi mencetak kader-kader generasi  bangsa yang tak berdaya, karena :
         Biaya hidup  dan kesehatan sangat mahal, karena demikian  banyak ditemukan kader generasi bangsa yang terserang gizi buruk, busung lapar , sehingga secara umum menjadi sulit untuk bersaing dengan bangsa lain
        Biaya pendidikan sangat mahal, sehingga tingkat pendidikan generasi bangsa rata-rata di bawah standar, padahal pendidikan merupakan upaya yang paling rasional untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin.
ž      dll
2.         untuk menyelesaikan problem kemiskinan yang cukup serius dibutuhkan dana dan anggaran  yang cukup besar.
ž      Menurut Baznas potensi zakat yang mungkin untuk digali setiap tahun mencapai 100 triliun.
ž      Zakat merupakan solusi yang ditawarkan Islam yang terabaikan
        Tahun 2007 dana zakat yang terkumpul di Baznas Rp. 450  miliar
        Tahun 2008 dana zakat yang terkumpul di Baznas Rp. 920 miliar
        Tahun 2009 dana zakat yang terkumpul di Baznas Rp.1,2 triliun
ž      Tahun 2010 dana zakat yang terkumpul di Baznas Rp. 1,5 triliun
3.         Pengumpulan zakat sangat jauh             dari yang diperkirakan ?
ž      Paradigma konseptual fiqh zakat yang dipakai masih bersifat konvensional
ž      Harus ada upaya maksimal untuk merubah paradigma fiqh  zakat konvensional menjadi paradigma fiqh zakat kontemporer
4.         Ciri-ciri paradigma konsep fiqh zakat   konvensional
ž      Pendekatan yang dipakai lebih banyak bersifat qauli
ž      Kurang menjadikan mashlahat sebagai acuan
ž      Adanya pembatasan harta wajib zakat
ž      Fungsi amil zakat tidak ada, bahkan kecenderungannya tidak diorganisisr dengan baik dan bersifat individual
ž      Kurang berorientasi produktif
ž      Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan zakat tidak tampak
5.         Ciri-ciri paradigma konsep fiqh zakat   kontemporer
ž      Pendekatan lebih banyak harus diarahkan pada yang bersifat ushuli atau manhaji
ž      Mashlahat atau maqashid al-syariah harus dijadikan sebagai panduan
ž      Pengembangan harta wajib zakat
ž      Fungsi amil harus maksimal
ž      Sebisa mungkin diarahkan pada orientasi produktif
ž      Pemerintah mengambil alih pengelolaan zakat
6.  Bagaimana bentuk aplikasinya ?
q      Pengembangan harta wajib zakat
        Zakat profesi  dan jasa
        Zakat  hasil bumi
q      Konsep tentang amil
q      Konsep tentang sabilillah
q      Pengelolaan zakat
7.  Zakat profesi  dan jasa
ž      Menurut  paradigma fiqh konvensional
        Karena pendekatan yang dipakai masih bersifat qauli, maka tidak akan ditemukan  pandangan yang mewajibkan zakat profesi dan jasa secara mutlak. Kewajiban zakat profesi baru ada menurut pandangan ini, apabila profesi yang dilakukannya diniati sebagai tijarah, sebagaimana yang terdapat dalam kitab   Ba  Fadlal : 96 yang berbunyi :
        فاذا اجر نفسه بقصد التجارة  صار ذلك العوض  مال التجارة
        Keputusan yang Bahtsul Masail yang mewajibkan zakat profesi selalu didasarkan pada kitab-kitab fiqh kontemporer.
ž      (lebih lanjut tentang masalah ini, lihat :  team Difa 07, Manhaj Solusi Umat, Ponpes Lirboyo Kediri, hal : 47-49 , lihat juga : Hadza min ziyadati, Ponpes al-falah Ploso, hal : 109 )
ž      Menurut paradigma fiqh kontemporer
        Zakat profesi dan jasa akan sangat mudah diwajibkan secara mutlak, ketika pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang bersifat ushuli dengan langsung merujuk pada, teks al-qur’an atau al-hadits.
           يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ [البقرة : 267]
ž      Dengan  menggunakan analisis ushul fiqh yang sederhana, dapat disimpulkan bahwa zakat profesi hukumnya wajib, karena lafadz انفقوا  yang terdapat di dalam ayat menggunakan sighat amar yang tentu saja menunjukkan kewajian dan maushul ما   merupakan bagian dari shighat ‘amm, sehingga kesimpulannya adalah “ kasab /pekerjaan apapun, apabila itu baik, wajib dibayar infaqnya (zakatnya).
8.  Zakat  hasil bumi
ž      Menurut  paradigma fiqh konvensional
        Kalau  dilihat di dalam referensi kitab-kitab fiqh, maka hasil bumi yang dikenai wajib zakat adalah yang memenuhi unsur illat يقتات , يدخر , يبس, يبقى , يكال . hal ini berarti hasil bumi bumi yang tidak memenuhi unsur di atas tidak dikenai wajib zakat.
ž      Menurut paradigma fiqh kontemporer
        Dengan menggunakan pendekatan ushul fiqh, semua hasil  bumi ketika sudah memenuhi syarat dapat dikenakan wajib zakat, berdasarkan ayat al-qur’an yang berbunyi :
        يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ [البقرة : 267]
9.  Konsep tentang Amil zakat
ž      Di dalam kitab-kitab klasik sekalipun Amil Zakat didefinisikan dengan :
ž      من يبعثه الامام لاخذ الزكاة  ( orang yang di S-K oleh pemerintah untuk mengambil zakat). Kata اخذ  yang terdapat di dalam definisi memberikan petunjuk bahwa  cara kerja amil harus bersifat proaktif, dan bahkan dengan legalitas yang ada, amil dapat memaksa  seorang wajib zakat untuk membayar zakat. Hal inilah yang sebenarnya ditegaskan oleh al-Qur’an dan al-hadits serta dipraktekkan oleh para sahabat.
ž      Dasar :
ž      Al-Qur’an  :
ž      خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيم [التوبة : 103]
ž      Al-Hadits
ž      صحيح البخارى - (5 / 341)
ž       حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِىٍّ عَنْ أَبِى مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - بَعَثَ مُعَاذًا - رضى الله عنه - إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ « ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ »
ž      Perilaku Sahabat
ž      شرح السنة (احاديث فقط) - (1 / 387)
ž      أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَحْمَدَ الْمَلِيحِيُّ ، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ النُّعَيْمِيُّ ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ ، قَالَ : لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ ، وَكَفَرَ مِنَ الْعَرَبِ ، فَقَالَ عُمَرُ : كَيْفَ تُقَاتِلُ النَّاسَ ، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، فَمَنْ قَالَهَا فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلا بِحَقِّهِ ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ ؟ فَقَالَ : وَاللَّهِ لأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ ، فَإِنَّ الزَّكَاةَ حَقُّ الْمَالِ ، وَاللَّهِ لَوْ مَنْعُونِي عَنَاقًا كَانُوا يُؤدُّونَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهَا ، قَالَ عُمَرُ : فَواللَّهِ مَا هُوَ إِلا أَنْ قَدْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ ، فَعَرَفْتُ أَنَّهُ الْحَق
10.  Konsep fi sabilillah
ž      Di dalam literatur kitab fiqh klasik, fi sabilillah selalu diterjemahkan dengan berperang untuk menegakkan agama Allah dalam arti fisik, sehingga dalam konteks sekarang hampir dapat dipastikan bahwa kelompok  fi sabilillah tidak ada lagi. Pengembangan arti fi sabilillah dengan  jami’ wujuh al-khairi memang  sudah di tawarkan oleh Imam Qaffal, akan tetapi masih terasa belum memenuhi harapan. Konsep cerdas yang harus kita pertimbangkan ditawarkan oleh Yusuf Qardlawi, beliau mengatakan bahwa :
ž       ولهذا اوثر عدم التوسع فى مدلول " سبيل الله " بحيث يشمل كل المصالح والقربات كما ارجح عدم التضييق فيه بحيث لا يقصر على الجهاد بمعناه العسكري المحض . ان الجهاد قد يكون بالقلم واللسان كما يكون بالسيف والسنان قد يكون الجهاد فكريا او تربويا او اجتماعيا او اقتصاديا او سياسيا كما يكون عسكريا وكل هذه الانواع من الجهاد تحتاج الى الامداد والتمويل
11.  Pengelolaan zakat
                        Hal penting yang cukup strategis berkaitan dengan fungsi zakat dalam rangka mengentaskan kaum muslimin dari kemiskinan adalah berkaitan dengan bagaimana pengelolaan zakat. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah harta zakat yang telah terkumpul harus dibagi habis  dan didistribusikan kepada para mustahiq, ataukah memungkinkan untuk dijadikan sebagai badan usaha. Meskipun tidak begitu tegas, nahdlatul Ulama dalam bahtsul masailnya merekomendasi hal ini dan menyimpulkan bahwa : “ mendayagunakan harta zakat (maal) dalam bentuk usaha ekonomi untuk meningkatkan kehidupan ekonomi itu hukumnya boleh  dengan seizin terlebih dahulu dari para mustahiq. Argumen yang ditawarkan adalah sebagaimana yang tercantum di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, juz VI hal. 178 yang berbunyi :
ولا يجوز للساعي ولا للامام ان يتصرف فيما يحصل عنده من الفرائض حتى يوصلها الى اهلها لان الفقراء اهل رشد لا يوالى عليهم فلا يجوز التصرف فى مالهم بغير اذنهم
 

0 komentar:

Posting Komentar

 

galery

waktu sholat

Sociality

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail